Investigasitimes.com, Koltim – Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Kolaka Timur (Koltim) yang diinisiasi oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kolaka Timur (Koltim) tahun 2023, Senin (6/3/2023).
Rakor ini diikuti oleh masing-masing perwakilan dari SKPD lingkup Pemda Koltim tersebut dilaksanakan di Baros farm house Desa Matabondu, Kecamatan Tirawuta.
Rakor dibuka langsung oleh Plt. Kepala Bapenda Koltim, Irvan Labatamba, dengan menghadirkan narasumber, Ni Putu Myari Artha S.STP,M.Si, Analis Kebijakan Ahli Muda selaku Sub Koordinator pada Seksi Wilayah IVA Subdirektorat Pendapatan Daerah Wilayah IV Direktorat Pendapatan Daerah Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah.
Dalam sambutannya, Irvan Labatamba menyampaikan, bahwa di Kabupaten Koltim, yang baru memberikan kontribusi terhadap PAD baru sektor pajak dan retribusi. Target Bapenda untuk PAD di tahun 2022 lalu mencapai Rp.6 miliar, dan di tahun 2023 ini target tersebut naik hingga menjadi Rp.8 miliar.
“Mudah-mudahan ke depan, Koltim juga bisa mendatangkan investor dari luar khususnya dari sektor pertambangan sehingga dapat meningkatkan sumber pendapatan daerah hingga pembangunan dapat lebih melaju di Koltim terutama sumber daya manusianya,” katanya
Irvan juga berharap agar peserta rakor dapat memetik pembelajaran berharga dari apa yang disampaikan oleh narasumber, dan selanjutnya diaplikasikan bersama sehingga PAD di Koltim dapat digenjot.
Narasumber Ni Putu Myari mengatakan, perlu ada keseimbangan antara pendapatan dan kebutuhan daerah yang harus dipenuhi. Pendapatan itu sendiri diperoleh melalui PAD, pendapatan transfer dan pendapatan lain-lain.
Khusus pajak dan retribusi perlu diwadahi dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) sebab yang dikenakan pajak dan retribusi adalah warga Koltim plus orang yang datang berkunjung ke Koltim. Semakin besar jumlah penduduk, semakin banyak yang berkunjung ke Koltim maka akan semakin besar pula pajak dan retribusi yang diperoleh.
Dikatakan,yang perlu dilakukan dalam meningkatkan pendapatan adalah peningkatan Dasar Pengenaan Pajak (DPP), misalnya PBB dengan penyesuaian NJOP berdasarkan UU nomor 1 tahun 2022. Pajak restoran, maka DPP-nya adalah nilai atau omset hasil penjualan makanan dan minuman yang dibayarkan oleh pemilik restoran.
“Makanya, peran besar Bapenda adalah melakukan pendataan kepada pemilik restoran. Dan juga, harus ada peran pihak di luar Bapenda untuk meningkatkan jumlah orang yang makan di restoran. Kurang lebih mirip atau sama dengan pajak untuk warung makan, hotel, tempat hiburan, PLN, pajak air tanah,”kata Ni Putu Myari.
Dalam meningkatkan DPP, lanjutnya membutuhkan intervensi kebijakan pemerintah pusat, pemerintah daerah itu sendiri serta masyarakat Koltim. Tidak bisa hanya Bapenda atau Pemda saja tapi juga masyarakat Koltim sebagai wajib pajak.
Sementara, untuk pendapatan retribusi adalah dengan meningkatkan layanan secara kualitas maupun kuantitas. Karena diperoleh dari efek layanan maka target ditahun berikutnya tidak bisa disamaratakan dengan target tahun ini. Tidak boleh dinaikan misalnya dari 5℅ ke 7℅ atau setiap tahun dinaikan sampai 10℅.
“Tidak boleh, kita bukan peramal, kita hanya mampu memindahkan trend sebelumnya ke trend berikutnya.
Makanya perlu ada proyeksi penerimaan,” ujarnya Ni Putu Myari
Selain layanan, langkah berikutnya yaitu dengan melakukan peninjauan tarif.
Tarif telah “dijaga” oleh Undang-Undang Nomor 1/2022 mengenai batas maksimal atau ketentuannya sehingga tidak terlalu berlebihan (besar).
Namun, Ni Putu Myari menyarankan agar sebaiknya pemungutan retribusi disesuaikan dengan kondisi daerah.
Retribusi yang perlu dijaga adalah prinsip dan sasaran tarifnya. Bisa dilakukan penyesuaian tarif maksimal sampai tiga tahun.
Setiap tahun boleh juga karena retribusi basisnya adalah layanan. Jangan membentuk tarif ditahun ini lalu menggunakannya sampai tahun 2033. Sebab lompatan harga sampai 10 tahun tersebut sudah sangat luar biasa.
“Layanan itu efeknya membutuhkan biaya-biaya terutama untuk petugas layanan, ataupun persediaan bahan untuk layanan. Misal, kalau di rumah sakit ada perban, kalau di Dinas Kebersihan ada kantong plastik, laboratorium ada cairan kimia. Yang kemungkinan besar setiap tahun bahan bakunya bisa naik. Jadi, disisi belanja untuk menghasilkan layanan itu naik setiap tahun di APBD-nya. Maka harus ada penyesuaian disisi sebelahnya retribusi.Makanya kita harapkan ke depan, retribusi itu bisa mandiri,”ucapnya
Strategi terakhir yang disampaikan Ni Putu Myari dalam meningkatkan pendapatan retribusi adalah bagaimana cara atau teknis memungut retribusi melalui elektronifikasi.
Retribusi sendiri dapat dibagi dalam tiga yakni retribusi jasa umum, jasa usaha dan perizinan tertentu. Sepanjang terdapat layanan, maka retribusi jasa umum maupun jasa usaha wajib dipungut retribusi. Ada perbedaan penghitungan antara retribusi jasa umum dan jasa usaha. Sedangkan, penghitungan retribusi perizinan tertentu mengikuti formulasi peraturan teknis terkait.
Menghitung tarif retribusi sama halnya sedang menghitung kebutuhan belanja daerah secara utuh. Berani tinggal di Koltim, berani membentuk daerah secara otonomi maka warganya harus bersedia juga membayar iuran (pajak).
“Anggaplah Pemda ini sebuah komunitas dalam bentuk skema besar, perkumpulan RT-RW skema kecil maka pasti membutuhkan biaya misalnya perbaikan jalan dan lain-lain. Pemungutan pajak dan retribusi yang terpenting, adanya ketersediaan dan kesediaan dari subyek pajak (wajib pajak) terlebih dahulu,” tandas Ni Putu Myari